JAKARTA – Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) mendesak Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk menjadikan hasil audit dan opini resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebagai dasar utama dalam setiap pengambilan keputusan terkait penyelesaian utang-utang besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Desakan ini muncul menyusul peran baru Danantara sebagai entitas super holding BUMN pasca revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU BUMN, yang juga memberikan kewenangan pemeriksaan kepada BPK RI.
Direktur LOHPU, Aco Hatta Kainang, S. H., menyoroti sejumlah kasus utang BUMN bernilai triliunan, seperti Garuda Indonesia (sekitar Rp 6 triliun) dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh (sekitar Rp 116 triliun).
Menurutnya, fokus utama Danantara seharusnya adalah ekspansi investasi untuk keuntungan negara, bukan menghabiskan energi untuk menalangi utang yang nilainya sangat besar.
“Energi Danantara, yang dibentuk untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan investasi global, jangan sampai habis hanya untuk menjadi pembayar utang. Utang BUMN adalah fenomena gunung es yang harus diselesaikan secara rasional dan profesional,” ujar Aco Hatta.
Peran Vital BPK RI dalam Mencegah Fraud
LOHPU menilai bahwa pelibatan BPK RI menjadi krusial untuk menganalisis secara mendalam rasionalitas lahirnya utang dari masing-masing BUMN. Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah utang timbul murni karena: mismanagement atau Personal Management, tekanan ekonomi global dan pelemahan daya saing BUMN, dan adanya indikasi fraud atau potensi tindak pidana lainnya.
Sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, hasil pemeriksaan BPK RI akan menghasilkan opini dan rekomendasi yang dapat menjadi landasan bagi Danantara dalam menentukan skema penyelesaian utang, seperti pembayaran langsung (direct payment), pembayaran bertahap (term debt payment), atau penjadwalan ulang (rescheduling).
“Pelibatan BPK RI penting untuk menjaga trust Danantara di mata publik dan menghindari praktik pengelolaan utang yang buruk (Bad Debt Management). Rekomendasi BPK akan memberikan dasar hukum dan transparansi yang kuat sebelum Danantara memutuskan untuk menggunakan modal negara atau modal talangan,” tegas Aco Hatta.
LOHPU mengingatkan Danantara, sebagai holding BUMN yang baru, untuk segera melibatkan BPK RI guna mengeluarkan rekomendasi dan opini atas kondisi utang BUMN yang bermasalah.