JAKARTA — Sebuah sengketa lahan besar yang melibatkan ahli waris Abd Rachman Bella dan dua perusahaan raksasa, PT. Gowa Makassar Tourism Development, Tbk (PT. GMTD) dan PT. Kalla Group, mulai memanas. Kuasa hukum ahli waris, Dr. H. M. Farhat Abbas, S.H., M.H., telah melayangkan somasi atau teguran keras kepada kedua entitas bisnis tersebut, menuntut klarifikasi dan kompensasi ganti rugi materiil senilai triliunan rupiah.
Somasi tersebut disampaikan atas nama kliennya, Muhammad Ariska Pratama Ramlan, yang mengklaim sebagai salah satu ahli waris sah dari almarhum Abd Rachman Bella.
Klaim Tanah Garapan Empang 50 Hektar
Farhat Abbas menjelaskan bahwa sengketa ini berpusat pada klaim hak atas Tanah Garapan berupa empang seluas sekitar 50 Hektar (500.000 m²) yang dahulu berlokasi di Gusungjonga, Kecamatan Tamalate (saat ini bersinggungan dengan wilayah administrasi Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, khususnya area Tanjung Bunga).
Menurut pihak ahli waris, kepemilikan almarhum Abd Rachman Bella didukung oleh serangkaian dokumen historis, termasuk Surat Keterangan Sementara tertanggal 13 April 1965, dipertegas dengan Surat Keterangan dari Pemerintah Kabupaten Gowa Nomor: 590/035/T.PEM pada 17 Maret 2001, serta Salinan Gambar Situasi Tanah Garapan tahun 1996.
Tuduhan Perampasan dan Salah Objek
Dalam somasi tersebut, pihak Farhat Abbas menuding PT. GMTD dan PT. Kalla Group telah menduduki dan melakukan perampasan atau penyerobotan terhadap lokasi tersebut. Tuduhan ini didasarkan pada temuan di lapangan, di mana di atas lahan yang diklaim terbit beberapa Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan terdapat papan bicara oleh PT. GMTD.
Kuasa hukum ahli waris juga mengajukan klaim “salah objek”, dengan menegaskan bahwa tanah milik kliennya awalnya adalah tanah empang (tambak/rawa), sedangkan objek yang dikuasai oleh pihak perusahaan saat ini berupa daratan.
“Perbuatan PT. Gowa Tourism Development Tbk (PT. GMTD) dan PT. Kalla Group yang menguasai objek tanah tanpa hak, tanpa izin, dan melawan hukum, dikualifikasi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana diatur Pasal 1365 KUHPdt,” tegas Farhat Abbas dalam surat somasinya. Pihaknya bahkan menduga adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Penipuan/Penggelapan terkait penguasaan lahan tersebut.
Berdasarkan kerugian materiil dan immateriil yang dialami kliennya, pihak ahli waris menuntut kompensasi fantastis. Dalam somasi tersebut, Farhat Abbas meminta PT. GMTD dan PT. Kalla Group memberikan ganti kerugian materiil atas tanah seluas 30,5 hektar dengan nilai Rp 8.000.000 (delapan juta rupiah) per meter persegi.
Secara total, tuntutan kompensasi materiil ini diperkirakan mencapai Rp 2.440.000.000.000 (dua triliun empat ratus empat puluh miliar rupiah).
Farhat Abbas memberikan tiga poin permintaan utama kepada PT. GMTD dan PT. Kalla Group melalui somasi tersebut:
Melakukan klarifikasi dan menghubungi kuasa hukum untuk musyawarah atau perdamaian.
Tidak mengalihkan dan memindahkan objek tanah a quo kepada pihak lain.
Beriktikad baik memberikan kompensasi ganti kerugian materiil yang dituntut.
Pihak kuasa hukum menyatakan bahwa jika somasi ini tidak mendapat respons atau tanggapan yang memuaskan, mereka akan segera menempuh jalur hukum lanjutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PT. GMTD maupun Kalla Group terkait somasi tersebut.






