JAKARTA — Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk segera melakukan penyidikan in absensia terhadap tersangka kasus korupsi Pertamina, An Rizal Chalid, yang hingga kini tidak memenuhi panggilan dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Langkah ini dinilai krusial untuk mempercepat proses penanganan perkara, memastikan pertanggungjawaban pidana, dan memulihkan aset negara.
Direktur LOHPU, Aco Hatta Kainang, S.H., dalam siaran persnya di Jakarta hari ini menyatakan dukungannya penuh terhadap Kejagung agar melanjutkan proses hukum hingga peradilan in-absensia.
Menurut Aco, ketidakhadiran tersangka Rizal Chalid yang mangkir dan melarikan diri telah menghambat penanganan kasus korupsi Pertamina yang menyita perhatian publik. Oleh karena itu, penerapan mekanisme in absensia menjadi solusi.
“Kami meminta Kejaksaan Agung melakukan penyidikan In-Absensia menuju persidangan In-Absensia sesuai Pasal 38 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi,” tegas Aco Hatta Kainang.
LOHPU menekankan bahwa langkah ini memiliki dasar hukum yang kuat dan sudah menjadi praktik peradilan, bahkan telah menjadi yurisprudensi.
Ia mencontohkan kasus-kasus pidana korupsi dan perpajakan terdahulu yang pernah diputus melalui pemeriksaan tanpa kehadiran tersangka di tingkat penyidikan dan peradilan, seperti perkara dr. Bagoes (korupsi P2SEM Jatim), kasus pidana perpajakan Kanwil DJP Jawa Timur tahun 2023 an Tersangka SLM, serta kasus Bank Century dengan tersangka Hesyam Al Warak dan Rafat Al Rivi.
LOHPU memandang pemeriksaan in-absensia penting dilakukan untuk menjadikan perkara utuh dan merupakan cara untuk mencegah pola subjek hukum menghilangkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka.
“Tidak ada jaminan kapan tersangka Rizal Chalid bisa ditangkap atau ditahan karena keberadaannya belum diketahui, walaupun sudah ada Red Notice dan status DPO. Demi pertanggungjawaban pidana dan pemulihan aset bagi negara, langkah ini harus dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI,” jelas Direktur LOHPU.
Aco Hatta Kainang juga mengingatkan bahwa ketidakhadiran tersangka karena kesengajaan akan menghilangkan hak-haknya dalam proses pemeriksaan.
Lebih lanjut, LOHPU turut meminta lembaga hukum lain yang menangani perkara besar agar menjadikan pola penyidikan In-Absensia sebagai bagian dari rencana penyidikan, untuk menghindari proses yang lambat akibat menunggu kehadiran tersangka.
Terakhir, LOHPU menyoroti proses pembahasan RUU KUHAP di DPR, Panja, dan Pemerintah. Lembaga ini mendesak agar materi RUU KUHAP mencantumkan secara eksplisit pasal penyidikan In-Absensia.
“Walaupun praktik peradilan saat ini sudah terjadi, ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan mengurangi tafsir atas proses penyidikan In-Absensia,” tutup Aco Hatta Kainang.